Mengulik Undang-Undang Pemasyarakatan dari Perspektif Hak Asasi Manusia

Bali tbinterpol.com |-
Kegiatan bincang-bincang ini menghadirkan Narasumber Dr. Dahana Putra (PLT Dirjen HAM). Prof. Harkristuti Harkrisnowo (Guru Besar Hukum Pidana Universitan Indonesia). Gatot Goei ( center for detention studies) dan M Bahrul Wijaksanan selaku moderator
Acara ini bertujuan untuk melihat Undang-Undang Pemasyarakatan dari perspektif Hak Asasi Manusia. Guru Besar Universitas Indonesia Prof Tutik menyebutkan pemberlakuan UU Pamasyarakatan (Undang-Undang No 22 Tahun 2022) yang baru terlah merubah paradigama Tugas pokok pemasyarakatan, dalam Undang-Undang pemasyarakatan lama (Undang-Undang 12 Tahun 1995) pamasyarakatan hanya melakasankan fungsi dibidang pembinaan dan pemasyarakatan ditempatkan paling akhir dari sistem peradilan pidana, petugas pemasyarakatan jauh dari bagian sebagai Aparat Penegak Hukum (APH), Pada Undang-Undang baru ini pemasyarakatan melasanakan peranan pembinaan mulai dari awal hingga akhir proses sistim peradilan pidana. Undang-Undang Pemasyarakatan juga mengakomodir hak khusus kepada petugas-petugas pemasyarakatan (hak perlindungan dan bantuan hukum)
Lebih lanjut Plt Dirjen HAM (Dr Dahana Putra) mengemukakan dengan perubahan paradigma telah menepatkan pemasyarakatan mulai dari pra ajudikasi, ajudikasi dan post ajudikasi, merupakan kebutuhan hukum menjadi sub system peradilan pidana dalam perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan anak . Undang-Undang pemasyarakatan baru yang sudah di bentuk diharapkan bisa beradaptasi dengan diberlakukannya Undang-Undang KUHP. Karena selama ini Over kapasitas lapas sering menjadi persoalan.
3. Gatot Goei selaku narasumber dari center for detention studies menyampaikan bahwa perubahan paradigma pada Undang-Undang baru ini adalah untuk menghilangkan stigma balas dendam dan penyiksaan serta mengakomodir hak asasi manusia dan memberikan perlindungan pemenuhan dan penghormatan. Selain itu perlu juga dilakukan Pemberian hak tanpa membedakan jenis tidak pidananya serta perlu menyiapkan infrastruktur sumber daya, salah satunya dengan menyiapkan tenaga Pembimbing Pemasyarakatan (PK), PK melalui proses assesement ini yang akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam menentukan rekomendasi berkelakuan baik. Terakhir Harapan publik tehadap Undang-Undang ini adalah bisa terjadi penurunan angka kriminalitas dan tidak terjadi pengulangan tindak pidana sehingga akan semakin sedikit orang yang menghuni rutan atau lapas.

Isk

Related posts