Partai PRIMA Apresiasi Langkah Presiden dalam Diplomasi Ekonomi, Dorong Kesepakatan Perdagangan yang Lebih Adil dan Setara

 

Yayasan Bangun Sejahtera

 

Jakarta, Tb interpol — Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) menyampaikan apresiasi atas inisiatif Presiden Prabowo Subianto dan pemerintah Indonesia yang berhasil menurunkan tarif ekspor produk Indonesia ke Amerika Serikat dari 32 persen menjadi 19 persen. Kami menilai ini sebagai langkah positif yang membuka peluang besar bagi peningkatan daya saing produk nasional dan perluasan pasar ekspor.

 

Penurunan tarif ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tarif terendah di kawasan ASEAN untuk ekspor ke AS, memberikan keuntungan strategis bagi pelaku industri dalam negeri, khususnya di sektor padat karya. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor Indonesia ke AS pada tahun 2024 mencapai USD 15,5 miliar dengan komoditas utama seperti tekstil, produk karet, alas kaki, dan furnitur. Penurunan tarif menjadi 19%—yang saat ini merupakan tarif terendah di antara negara-negara ASEAN—berarti produk Indonesia akan lebih kompetitif dibandingkan Vietnam, Thailand, atau Malaysia di pasar AS. Sebagai imbal balik, pembebasan tarif 0% (persen) untuk produk AS yang masuk ke Indonesia merupakan bentuk diplomasi ekonomi yang sangat strategis.

 

Sebagaimana dikatakan Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, kebijakan ini bukan hanya memberi kemudahan bagi produk asing, melainkan membuka peluang bagi pelaku usaha Indonesia untuk memperkuat rantai pasok domestik, menarik investasi berbasis nilai tambah, dan memperkokoh posisi Indonesia sebagai mitra dagang yang dihormati di kancah internasional.

 

Kami meyakini apa yang dikatakan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional memiliki dampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun 2024 mencapai USD 15,5 miliar dengan rincian produk ekspor utama sebagai berikut:

 

Tekstil dan produk tekstil (TPT): ± USD 4,2 miliar

 

Alas kaki: ± USD 2,8 miliar

 

Produk karet (termasuk ban): ± USD 1,6 miliar

 

Furnitur dan kerajinan: ± USD 1,2 miliar

 

 

Keempat sektor ini merupakan sektor padat karya yang menyumbang lebih dari 6 juta lapangan kerja langsung di Indonesia, tersebar di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Utara, dan beberapa kawasan industri di Jawa Timur dan Banten.

 

Hasil negosiasi ini memiliki proyeksi pertumbuhan ekspor dan efek berganda terhadap tenaga kerja dengan asumsi pertumbuhan ekspor 10–15% per tahun ke AS akibat penurunan tarif. Proyeksi nilai ekspor tambahan diperkirakan sebesar USD 1,5–2,3 miliar per tahun. Berdasarkan estimasi World Bank dan ILO, setiap peningkatan USD 1 juta ekspor di sektor padat karya berpotensi menciptakan antara 100–150 pekerjaan langsung. Artinya, pertumbuhan ekspor ke AS sebesar USD 2 miliar dapat membuka 200.000 hingga 300.000 lapangan kerja baru per tahun di sektor manufaktur dan pendukung logistik.

 

Selain itu, penurunan tarif juga berdampak multiplikatif ke rantai pasok. Pertumbuhan permintaan ekspor akan mendorong ekspansi pelaku industri hulu seperti benang, kulit, kayu, dan karet alam serta jasa pendukung seperti transportasi, pengemasan, ekspedisi, dan teknologi produksi. Hal ini menciptakan efek multiplikatif terhadap penciptaan lapangan kerja tidak langsung, terutama di daerah-daerah dengan konsentrasi UMKM industri seperti Bandung, Jepara, Solo, dan Medan.

 

Peluang lain yang berdampak positif adalah penyerapan tenaga kerja perempuan dan muda. Sektor TPT dan alas kaki diketahui menyerap tenaga kerja perempuan dalam proporsi lebih dari 60%. Selain itu, banyak dari pekerja sektor ini berusia 18–35 tahun, sehingga penambahan kapasitas produksi akan sangat berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja muda—yang selama ini menghadapi tingkat pengangguran terbuka tertinggi (data BPS 2024: 13,1% untuk usia 15–24 tahun).

 

Dampak dari penurunan tarif juga berpeluang terhadap potensi relokasi produksi. Dengan tarif yang lebih rendah daripada negara tetangga, Indonesia berpeluang menjadi alternatif bagi perusahaan multinasional yang ingin merelokasi atau memperluas fasilitas produksinya dari negara-negara seperti Vietnam atau Tiongkok ke Indonesia. Ini akan memperkuat industrialisasi nasional dan memperluas basis lapangan kerja formal.

 

Kebijakan imbal balik berupa pembebasan tarif 0% (persen) untuk produk AS yang masuk ke Indonesia di seluruh sektor memiliki sejumlah dampak yang perlu diperhatikan:

 

Penurunan biaya produksi: Akses barang modal dan bahan baku dari AS tanpa tarif impor akan menurunkan biaya produksi industri dalam negeri, mendorong peningkatan efisiensi dan daya saing produk lokal.

 

Dorongan investasi: Tarif nol persen dapat menarik investasi asing langsung (FDI) dari AS untuk mengembangkan sektor manufaktur dan teknologi di Indonesia, yang akan memperkuat kapasitas produksi dalam negeri.

 

Peningkatan kualitas produk: Persaingan yang sehat dengan produk impor akan memacu pelaku usaha dalam negeri untuk terus berinovasi dan meningkatkan kualitas agar tetap kompetitif.

 

 

Namun demikian, kebijakan tarif 0% untuk produk AS ini juga menghadirkan tantangan, terutama pada sektor-sektor sensitif. Industri yang belum cukup kuat menghadapi persaingan dapat menghadapi tekanan, terutama sektor padat karya dan manufaktur yang belum berteknologi maju. Risiko ketergantungan pada impor juga dapat meningkat jika tidak diimbangi penguatan industri dalam negeri, sehingga produsen lokal tidak kehilangan pangsa pasar.

 

Partai PRIMA menegaskan bahwa kebijakan tarif 0% ini harus didukung oleh kebijakan pendukung seperti insentif fiskal, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan pengembangan teknologi. Dengan langkah-langkah tersebut, produksi dalam negeri dapat tumbuh beriringan dengan kebijakan tarif ini. Pemerintah juga perlu mengawal agar manfaat pembebasan tarif dapat dirasakan secara merata tanpa mengorbankan keberlangsungan industri nasional.

 

Kami optimis, kebijakan pembebasan tarif ini adalah bagian dari strategi diplomasi ekonomi yang cerdas dan visioner untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.

 

 

Achmad Herwandi

DPP Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA)

(*).

Related posts